Halo sahabat musik tradisi nusantara. Mungkin kita selama ini sering mendengar tentang istilah Hak Cipta, apalagi yang terkait dengan Hak Cipta karya-karya musik tradisi. Hak Cipta musik tradisi tergolong unik, karena ada dua hal yang perlu diketahui, yaitu karya yang diketahui penciptanya, dan karya yang tidak diketahui penciptanya. Selain itu ada juga Hak Cipta karya musik tradisi yang bersifat komunal.
Lantas, apa itu Hak Cipta? Jika merujuk pada Undang-undang No. 28 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Hak Cipta merupakan hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta tentunya terkait erat dengan Pencipta, yaitu seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan pencipta itu sendiri menghasilkan ciptaan yang kemudian dijelaskan sebagai setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Terkait dengan musik tradisi, ada satu hal unik, yaitu sebagian besar karya musik tradisi bersifat anonim, atau penciptanya tidak diketahui. Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014, karya semacam ini diikategorikan sebagai ekspresi budaya tradisional seperti yang dijelaskan dalam pasal 38. Dikatakan bahwa Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara. Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional. Sedangkan dalam penggunaan ekspresi budaya tradisional, harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.
Seperti dijelaskan sebelumnya, Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta. Hak eksklusif yang dimaksud melingkupi dua, yaitu hak moral dan hak ekonomi.
Pertama, mengenai Hak Moral. Hak ini melekat secara abadi pada diri Pencipta. Pencipta memiliki hak untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan dalam pemakaian ciptaannya untuk umum, bahkan bebas menggunakan nama alias atau samarannya. Para pencipta karya berhak untuk mengubah ciptaannya, termasuk judul dan anak judul. Perlu juga diketahui bahwa Pencipta juga berhak untuk mempertahankan haknya jika ada karyanya yang dimutilasi atau dimodifikasi oleh orang lain yang dapat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Kedua, Hak Ekonomi. Dalam aspek pemanfaatan ekonomi dari karya ciptaannya, Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta berhak untuk melakukan kegiatan; penerbitan, penggandaan, penerjemahan, pengadaplasian, pengaransemenan atau trasnformasian ciptaan, pendsitribusian, pertunjukan, pengumuman, komunikasi dan penyewaan ciptaan. Maka, setiap orang yang melakukan kegiatan tersebut wajib meminta dan mendapatkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Artinya, tanpa adanya izin dari Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, setiap orang tidak boleh menggunakan karya cipta secara komersial.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, bahwa penggunaan karya untuk kepentingan komersil wajib mendapatkan izin oleh Pencipta. Izin yang dimaksud berupa pembayaran royalti karya kepada Pencipta dan/atau Pemilik Hak Cipta. adapun kegiatan komersial yang dimaksud, antara lain:
1) Seminar dan konferensi,
2) Restoran, cafe, bar, pub, dan diskotik,
3) Konser musik,
4) Pesawat udara, bus, kereta api dan kapal laut,
5) Pameran dan bazar,
6) Bioskop,
7) Nada tunggu telepon,
8) Bank dan kantor,
9) Pertokoan,
10) Pusat rekreasi,
11) Lembaga penyiaran TV dan radio,
12) Hotel,
13) Karaoke.
Dijelaskan dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014, pasal 87, bahwa untuk mendapatkan hak ekonomi dari penggunaan karya untuk kepentingan komersil di ruang publik, setiap Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait, harus menjadi anggota LMK (Lembaga Manajemen Kolektif). Pembayaran royalti dari penggunaan karya tersebut dilakukan melalui LMK, dengan membuat perjanjian atas penggunaan karya. Jadi, jika pembayaran sudah dilakukan kepada LMK, pengguna tidak lagi dianggap melakukan pelanggaran Undang-undang.
Lembaga Manajemen Kolektif Berbasis Musik Tradisi Nusantara, hadir sebagai LMK yang mewadahi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, Hak terkait, yaitu pemain dan produser karya musik tradisi nusantara. LMK ini terdiri dari tigas, yaitu Langgam Kreasi Budaya, yang berfungsi mengumpulkan, mengatur dan membagikan royalti para Pencipta musik tradisi Nusantara. LMK kedua, Citra Nusa Swara, melakukan hal seperti Langgam Kreasi Budaya, namun fokus pada Hak Terkait, yaitu pemain. Sedabngkan yang ketiga, Pro Karindo Utama, khusus untuk Hak terkait produser atau pemegang hak master rekaman musik tradisi nusantara.